Mengenal Elang Jawa sebagai Satwa Langka Dirgantara
http://binatanghewans.blogspot.com/2014/11/Mengenal-Elang-Jawa-sebagai-Satwa-Langka-Dirgantara.html
Elang Jawa yang berukuran sedang hingga cukup besar, langsing, dengan panjang badan pada 60-70 cm (dari ujung paruh sampai ujung ekor).
Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang
tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang sampai 12 cm) serta tengkuk yang coklat
kekuningan (terkadang terlihat keemasan apabila terpapar cahaya matahari).
Jambul hitam dengan ujung putih ; mahkota serta kumis berwarna hitam, sedang
punggung serta sayap coklat gelap. Kerongkongan keputihan dengan garis
(sebenarnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Sedangkan arah bawah, agak mengarah dada, terlihat coretan kehitaman
menebar diatas warna kuning kecoklatan pucat, yang selanjutnya di samping bawah
lagi beralih jadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang
hingga kecoklatan diatas warna pucat keputihan bulu-bulu perut serta kaki. Bulu
pada kaki mengarah ke tungkai sampai dekat ke pangkal jari menutupi bagian tsb.
Memiliki ekor dengan warna kecoklatan memiliki
empat garis yang agak kegelapan serta terlihat lebar melintang yang terlihat
agak terang di segi bagian bawah, ujung ekor memiliki garis putih namun tidak
terlihat tebal. Untuk jenis betina memiliki warna yang sama, dan berukuran
sedikit agak lebih besar.
Memiliki Iris mata kuning atau kecoklatan dan punya paruh
kehitaman sera yaitu daging di pangkal
paruh memiliki warna kekuningan dan kaki (jari) kekuningan. Untuk burung muda memiliki
kepala, leher serta segi bagian bawah badan berwarna coklat kayu manis jelas,
tanpa ada coretan atau garis-garis.
Saat sedang terbang, Elang Jawa memiliki kemiripan dengan
elang brontok (Nisaetus cirrhatus) dengan bentuk jelas, tetapi condong terlihat lebih
kecoklatan, dengan perut tampak lebih gelap, dan memiliki ukuran sedikit lebih
kecil.
Memiliki Bunyi nyaring tinggi, berkali-kali, klii-iiw atau
ii-iiiw, beragam pada satu sampai tiga suku kata. Atau bunyi bernada keras dan
agak cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini serupa dengan nada
elang brontok walau ketidaksamaannya terdengar jelas dalam nadanya
Elang Jawa suka pada ekosistem rimba hujan tropika yang
senantiasa hijau, di dataran rendah ataupun pada beberapa tempat yang agak lebih
tinggi. Dari mulai lokasi dekat pantai seperti di daerah Ujung Kulon dan taman
nasional Meru Betiri, hingga ke hutan-hutan pegunungan pada bagian bawahnya dan
atas hingga mencapai ketinggian 2. 200 m dan kadang memungkinkan mencapai 3.000
mdpl.
Biasanya rumah Elang Jawa sulit untuk diraih, walau tidak
selamanya jauh dari tempat kesibukan manusia. Nampaknya burung ini sangatlah
bergantung pada kehadiran alam rimba primer sebagai bagian tempat hidupnya.
Meskipun begitu diketemukan juga elang yang berada di alam rimba sekunder juga
sebagai tempat berburu serta bersarang, akan tetapi memiliki letak yang berdekatan
dengan alam rimba primer yang luas.
Populasi burung Elang Jawa di alam bebas diprediksikan kurang
atau lebih berjumlah 600 ekor saja. Badan Konservasi Dunia Perserikatan
Bangsa-Bangsa memasukan dalam kategori hewan yang terancam punah. Dalam Konvensi
Perdagangan Internasional untuk Flora serta Fauna yang Terancam Punah
memasukkannya dalam Apendiks 1 yang bermakna mengatur perdagangannya ekstra
ketat. Berdasar pada persyaratan keterancaman teranyar dari IUCNElang Jawa
dimasukan dalam kelompok Endangered atau “Genting” (Collar et al., 1994, Shannaz
et al., 1995). Lewat Ketentuan Presiden Nomer 4 Th. 1993 perihal Satwa serta
Bunga Nasional, Pemerintah RI mengukuhkan Elang Jawa juga sebagai wakil satwa
langka dirgantara.